5. YANG PATUT MENJADI ANUTAN DALAM BERBAHASA INDONESIA YANG BAIK DAN BENAR
Bahasa Indonesia sudah ditetapkan sebagai bahasa negara, seperti tercantum
dalam pasal 36, Undang-unndang Dasar 1945. Oleh karena itu, semua warga negara
Indonesia wajib menggunakan bahasa Indonesia yang baik dan benar.
Penggunaan bahasa Indonesia yang baik dan benar juga merupakan hasrat seluruh
rakyat Indonesia. Hasrat itu tertuang dalam ketetapan MPR No. II/MPR/1988
tentahg Garis-garis Besar Haluan negara Sektor kebudayaan butir f, yang
menyatakan bahwa pembinaan dan pengembangan bahasa Indonesia perlu terus
ditingkatkan, serta penggunannya secara baik dan benar, dan penuh kebanggan
perlu dimasyarakatkan sehingga bahasa Indonsia menjadi wahana komunikasi yang
mampu memperkokoh persatuan dan kesatuan serta mendukung pembangunan bangsa.
Semua warga negara Indonesia wajib membina dirinya masing-masing dalam
pemakaian bahasa Indonesia agar bahasa Indonesia tumbuh dan berkembang sesuai
dengan kaidah yang berlaku. Kita tidak sepatutnya mengatakan, “Ah, masa bodoh soal
kaidah bahasa. Itu urusan ahli bahasa, atau “Ah, salah tentang ejaan tidak
apa-apalah. Yang penting bagi kita, bahasa dapat dimenerti dan komunikatif.”
Pemakai bahasa Indonesia tidak dibenarkan, misalnya, menggunakan lafal bahasa
daerah atau lafal bahasa asing dalam berbahasa Indonesia. Demikian pula,
kurang terpijilah orang yang menggunakan bahasa Indonesia yang kosa katanya
bercampur dengan kata bahasa asing hanya karena ingin tampak “gagah” atau
karena ingin memperlihatkan tingkat keintelektualannya.
Pertanyaan yang timbul sekarang adalah siapakah yang ditugasi membina pemakaian
bahasa dan siapa pula yang harus menjadi anutan dalam berbahasa Indonesia yang
baik dan benar? Jawabnya, secara resmi yang ditugasi membina dan
mengembangkan bahasa Indonesia adalah pemerintah, dalam hal ini Depatemen
Pendidikan dan kebudayaan, yang mendelegasikan wewenangnya kepada Pusat
Pembinaan dan Pengembangan Bahasa. Akan tetapi tidak semata-mata Pusat Bahasa
yang memikul beban tersebut. Semua warga negara Indonesia mempunyai kewajiban
melaksanakan pembinaan bahasa. Usaha pembinaan bahasa yang dilancarkan dengan
gigih oleh Pusat Bahasa akan gagal jika tidak diikuti oleh kesadaran kita untuk
membina diri kita masing-masing dalam berbahasa. Kerja keras Pusat bahasa dalam
membina masyarakat untuk berbahasa dengan benar, baik dilakukannya melalui
televisi, radio, maupun surat kabar, tidak ada artinya jika kaidah-kaidah
kebahasaan tidak diindahkan oleh seluruh lapisan masyarakat. Lebih tragis lagi,
usaha Pusat Bahasa akan sia-sia jika mereka yang patut menjadi anutan dalam
berbahasa tidak berusaha menerapkan kaidah-kaidah bahasa Indonesia ketika
berkomunikasi dengan masyarakat. Itulah sebabnya, salah satu putusan Kongres V
Bahasa Indonesia tahun 1988 menyatakan bahwa dalam konteks budaya yang memberi
penekanan pada prinsip anutan, kongres mengimbau agar para pejabat lebih
berhati-hati dalam memakai bahasa Indonesia yang baik dan benar. Putusan
kongres itu beralasan sebab dalam masyarakat kita terdapat nilai budaya yang
banyak berorientasi vertikal ke arah tokoh, pembesar, yang berpangkat tinggi,
atasan senior (Koentjaraningrat, 1974:69). Pengaruh pemakaian bahasa para
anutan itu sangat besar bagi masyarakat yang diajaknya berkomunikasi. Lalu,
siapakah yang patut menjadi anutan dalam berbahasa Indonesia yang baik dan
benar? Jawabnya, yang patut menjadi anutan dalam berbahasa Indonesia yang baik
dan benar, antara lain, sebagai berikut.
1. Presiden dan Wakil Presiden
Di negara mana pun di dunia ini seorang kepala negara, baik presiden, perdana
menteri, sultan, maupun raja, memiliki wibawa yang tinggi dan mempunyai
pengaruh yang sangat kuat di mata masyarakatnya. Setiap putusan dan petunjuknya
selelu diperhatikan rakyatnya. Setiap wejangan dan arahannya selalu dijadikan
landasan berpijak oleh aparat bawahannya, yang pada gilirannya dijadikan
pedoman oleh seluruh warga negaranya. Demikian jua, pemakaian bahasa presiden
atau wakil presiden akan berpengaruh bagi pemakai yang lain.
Kata dan ungkapan yang diucapkan presiden dan wakil presiden akan dijadikan
pola dan ditiru oleh para pejabat yang lain dan oleh masyarakat luas. Tidaklah
mengherankan jika setelah presiden atau wail presiden menggunakan suatu
ungkapan tertentu ketika mencanangkan sesuatu, misalnya, dan ungkapan itu
sangat berkesan di hati pendengarnya, akan muncullah di dalam masyarakat
beberapa ungkapan lain dengan menggunakan pola yang sama seperti yang diucapkan
presiden atau wakil presiden.
2. Menko dan Menteri
Para menko dan menteri memiliki kekuasaan yang besar dalam mengemudikan negara
dan bangsa ini. Mereka, sebagai pembantu presiden mempunyai wewenang untuk
menyusun kebijakan dalam bidangnya masing-masing. Ketika menyampaikan
kebijakannya itulah, seperti ketika memimpin rapat kerja departemen, ketika
melangsungkan dengar pedapat di DPR, atau ketika memberikan keterangan melalui
TVRI, para menko dan menteri sepatutnya menggunakan bahasa yang baik dan benar.
Ucapan mereka akan berpengaruh bagi aparat bawahannya dan tidak mustahil dalam
waktu singkat ucapan itu akan tersebar luas ke seluruh pelosok tanah air.
3. Pemimpin Lembaga Tertinggi dan Tinggi Negara
Ketua dewan Perwakilan Rakyat/Majelis Permusyawaratan Rakyat, Ketua Dewan
Pertimbangan Agung, Gubernur Bank Indonesia, dan Jaksa Agung merupakan pejabat
yang ucapan-ucapan mereka akan terasa membekas di hati pendengarnya. Demikian
juga, pemimpin instansi nondepartemen, seperti Ketua LIPI, Kepala BP-7, Ketua
LAN, dan Ketua BKKBN, adalah pejabat yang kata-katanya menjadi menjadi
perhatian seluruh masyarakat. Para pendengar akan terkesan dengan contoh dan
ilustrasi yang dikemukakan oleh para ketua lembaga tertinggi/tinggi negara dan
pemimpin instansi nondepartemen tersebut, selanjutnya, pemakaian bahasa mereka
turut mewarnai pemakaian bahasa para pejabat yang lain, baik di pusat maupun di
daerah.
4. Pemimpin ABRI
Instruksi yang disampaikan oleh pemimpin ABRI, baik secara lisan maupun secara
tertulis, hendaklah jelas dan lugas aga instruksi tersebut tidak menimbulkan
salah paham bagi penerima instruksi. Kesalahpahaman akan menghasilkan salah
arah dan salah langkah bagi kesatuan-kesatuan yang lebih kecil. Agar terasa
jelas dan lugas, hendaklah instruksi itu disusun dalam kalimat yang efektif
dengan penataan penalaran yang baik.
5. Guru dan Dosen
Prof. Dr. J.S. Badudu dalam suatu acara “Siaran Pembinaan Bahasa Indonesia di
TVRI” mengatakan bahwa tulisan atau karangan siswa dan mahasiswa di
sekolah-sekolah, baik di tingkat dasar, tingkat menengah, maupun tingkat
perguruan tinggi rata-rata buruk. Mereka banyak membuat kesalahan dalam
pemakaian ejaan, pemilihan kata, atau dalam penyusunan kalimat. Disarankan oleh
guru besar Fakultas Sastra Universitas Padjadjaran agar guru dan dosen bahasa
Indonesia mau mengoreksi tulisan anak-anak dan memberikan bentuk yang betul.
Dalam hubungan itu, yang diinginkan oleh Badudu agar guru dan dosen bahasa
Indonesia menguasai lebih dahulu kaidah-kaidah bahasa yang berlaku. Bahkan,
agar para siswa dan mahasisiwa terbiasa berbahasa yang benar. Guru dan dosen
bidang studi lain pun diharapkan dapat membantu tugas guru bahasa Indonesia.
Dengan begitu. Para siswa dan mahasiswa tidak akan dipusingkan oleh anjuran
yang berbeda, yaitu guru bahasa Indonesia menganjurkan “begini”, sedangkan guru
bidang studi lain menganjurkan “begitu” dalam pemakaian bahasa.
6. Wartawan dan Penerbit
Para wartawan TVRI/RRI serta wartawan berbagai surat kabar dan majalah redaksi
penerbit sangat besar peranannya dalam pembinaan bahasa Indonesia. Berita pada
TVRI, RRI, surat kabar, dan majalah, serta tulisan dalam buku-buku yang
merupakan produk wartawan dan redaksi penerbit sangat mewarnai pemakaian bahasa
dalam masyarakat. Oleh karena itu, suatu hal yang sangat masuk akal jika para
wartawan dan redaksi penerbit perlu meningkatkan kemahirannya dalam
memperagakan bahasa yang baik dan benar dalam tulisan-tulisan mereka.
Berkenaan dengan pemakaian bahasa Indonesia khususnya di radio siaran, Menteri
Penerangan, dalam suatu kesempatan mengatakan bahwa masih banyak radio siaran
yang mengabaikan ajakan untuk menggunakan bahasa Indonesia yang baik dan benar,
bahkan tidak jarang pula yang ikut-ikutan menggunakan “bahasa rusak”. Untuk
itu, diharapkan agar bahasa Indonesia yang digunakan di radio siaran dapat
dijadikan anutan dalam penggunaan bahasa baku. Di samping iu, fasilitas ini
harus bersifat mendidik memenuhi selera yang baik dan bermanfaat bagi
masyarakat pendengar.
Pemakaian bahasa Indonesia yang baik dan benar dalam setiap acara resmi atau
formal di TVRI, RRI, surat kabar, majalah, dan buku merupakan guru yang paling
berpengaruh dan akan mempunyai dampak yang positif dalam pemakaian bahasa
masyarakat. Sebaliknya, jika bahasa dalam media massa elektonika dan media
massa cetak, atau bahasa dalam buku kacau, pengaruh yang ditimbulkannya akan
segera meraja lela ke semua pemakai bahasa, terutama berpengaruh kepada mereka
yang awam bahasa. Dalam kaitan ini, penulis berpendapat bahwa usaha guru dan
dosen bahasa Indonesia di sekolah-sekolah dalam membina anak didik untuk
berbahasa yang benar akan hilang tanpa bekas jika bahasa yang digunakan para
penyiar televisi dan radio, surat kabar, dan buku kurang menunjang karena
anjuran guru di dalam kelas berbeda dengan pemakaian bahasa dalam media
massa dan dalam buku, di luar kelas.
Karena bahasa dalam setiap acara televisi, radio, dan
bahasa surat kabar, majalah, serta buku merupakan guru yang paling berpengaruh
dan jangkauannya paling luas, hendaknya semua pihak yang menangani media massa
elektronika/cetak tersebut menuangkan pikirannya dengan tertib dan cermat.
Untuk itu, langkah-langkah yang berikut agaknya patut dipertimbangkan.
1) Pihak redaksi
mengadakan kursus bahasa Indonesia seacara intensif dan terus menerus bagi
karyawannya, dari pegawai yang satu ke pegawai yang lain, seperti pemimpin
redaksi, wartawan, pengetik, penyunting, pemeriksa, penegeset (tukang set).
2) Pegawai baru
yang akan bekerja di media massa elektronika/cetak hendaknya betul-betul
memiliki kemahiran berbahasa yang memadai (dibuktikan dari hasil tes bahasa).
3) Pihak TVRI dan
RRI hendaknya selalu mengingatkan setiap orang/pejabat yang akan tampil di TVRI
atau RRI untuk berbahasa dengan cermat dan tertib.
4) Setiap penerbit
buku selayaknya mempunyai tenaga penyunting bahasa yang betul-betul menguasai
aturan bahasa.
7. Sekretaris dan Pengonsep Pidato
Bahwa peranan sekretaris dan para pengonsep pidato sangat besar dalam pembinaan
bahasa Indonesia masyarakattidak dapat dimungkiri. Para sekretaris yang tugas
sehari-harinya menulis ide dan gagasan pemimpin instansinya wajib menguasai
kaidah-kaidah bahasa. Surat-surat yang ditulisnya seharusnya terhindar dari
kesalahan penerapan ejaan, penyusunan kalimat, dan penataan penalaran agar
surat yang dihasilkannya membawa pengaruh bahasa yang baik bagi pembacanya.
Demikian juga, pengaruh pengonsep pidato. Tulisannya yang kemudian diucapkan
oleh pemimpin instansinya akan didengarkan oleh ratusan atau ribuan karyawan.
Lebih-lebih lagi jika pidato yang ditulis oleh sekretaris itu disampaikan oleh
kepala negara. Pidato itu akan disimak oleh berjuta-juta orang di seluruh
wilayah negara. Susunan kalimat yang baik dengan disertai nalar yang jernih
dalam pidato juga akan melahirkan pengalaman berbahasa yang baik bagi
berjuta-juta pendengarnya.
8. Pemuka Agama
Sudah kita ketahui bahwa para pemuka agama berfungsi sebagai penyebar kebajikan
yang dibawa ajaran agamanya masing-masing. Mubalig akan berceramah di majelis
taklim di masjid; pendeta akan berkotbah dan memimpin kebaktian di gereja, di
tempat yang kudus, Demikian juga, pemimpin agama yang lain akan berkhotbah di
tempat ibadat bagi agamanya. Fatwa mereka akan menyentuh lubuk hati yang paling
dalam bagi umatnya. Petuah dan nasihatnya selalu direnungkan oleh jemaatnya.
Kemudian, para jemaat akan berusaha sedapat-dapatnya melaksanakan fatwa dan
nasihat pemimpin agamanya. Dalam kaitan inilah, pemakaian bahasa yang tertib
dan cermat oleh para pemuka agama akan menjadi teladan bagi umatnya.
Jika seorang pemuka agama, misalnya dalam suatu khotbahnya menggunakan
ungkapan Tuhan Yang Kekasih, ungkapan tersebut akan digunakan
pula oleh, sekurang-kurangnya, umat yang mendengarkan khotbah tersebut.
Padahal, ungkapan itu tidak tepat karena kata Tuhantermasuk nomina
atau kata benda yang diterangkan oleh yang kekasih yang juga nomina. Seharusnya
kata Tuhan diterangkan oleh verba (kata kerja) atau kata
sifat, seperti Tuhan Yang Maha Mengasihi atau Tuhan
Yang Maha Pengasih, atau TuhanYang Mahakasih.
Selain pejabat dan tokoh yang sudah disebutkan, sebenarnya masih banyak atau
pemimpin instansi, baik di kalangan pemerintaan, kalangan swasta, maupun di
kalangan organisasi massa seperti gubernur, bupati, rektor, direktur utama, dan
ketua umum suatu organisasi massa yang harus menjadi anutan bawahannya dalam
berbahasa yang benar. Pada dasarnya, semua pemimpin yang membawahkan
berjuta-juta rakyat, seperti pemimpin negara, maupun pemimpin yang membawahkan
beberapa orang saja, seperti pemimpin kantor kelurahan.
0 Comment to "BAHASA INDONESIA TEKNIK SIPIL : BAB 5"
Posting Komentar