Rabu, 01 Februari 2017

BAHASA INDONESIA TEKNIK SIPIL : BAB 5

5. YANG PATUT MENJADI ANUTAN DALAM BERBAHASA INDONESIA YANG BAIK DAN BENAR

            Bahasa Indonesia sudah ditetapkan sebagai bahasa negara, seperti tercantum dalam pasal 36, Undang-unndang Dasar 1945. Oleh karena itu, semua warga negara Indonesia wajib menggunakan bahasa Indonesia yang baik dan benar.
            Penggunaan bahasa Indonesia yang baik dan benar juga merupakan hasrat seluruh rakyat Indonesia. Hasrat itu tertuang dalam ketetapan MPR No. II/MPR/1988 tentahg Garis-garis Besar Haluan negara Sektor kebudayaan butir f, yang menyatakan bahwa pembinaan dan pengembangan bahasa Indonesia perlu terus ditingkatkan, serta penggunannya secara baik dan benar, dan penuh kebanggan perlu dimasyarakatkan sehingga bahasa Indonsia menjadi wahana komunikasi yang mampu memperkokoh persatuan dan kesatuan serta mendukung pembangunan bangsa.
            Semua warga negara Indonesia wajib membina dirinya masing-masing dalam pemakaian bahasa Indonesia agar bahasa Indonesia tumbuh dan berkembang sesuai dengan kaidah yang berlaku. Kita tidak sepatutnya mengatakan, “Ah, masa bodoh soal kaidah bahasa. Itu urusan ahli bahasa, atau “Ah, salah tentang ejaan tidak apa-apalah. Yang penting bagi kita, bahasa dapat dimenerti dan komunikatif.” Pemakai bahasa Indonesia tidak dibenarkan, misalnya, menggunakan lafal bahasa daerah atau lafal bahasa asing  dalam berbahasa Indonesia. Demikian pula, kurang terpijilah orang yang menggunakan bahasa Indonesia yang kosa katanya bercampur dengan kata bahasa asing hanya karena ingin tampak “gagah” atau karena ingin memperlihatkan tingkat keintelektualannya.
            Pertanyaan yang timbul sekarang adalah siapakah yang ditugasi membina pemakaian bahasa dan siapa pula yang harus menjadi anutan dalam berbahasa Indonesia yang baik dan benar?  Jawabnya, secara resmi yang ditugasi membina dan mengembangkan bahasa Indonesia adalah pemerintah, dalam hal ini Depatemen Pendidikan dan kebudayaan, yang mendelegasikan wewenangnya kepada Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa. Akan tetapi tidak semata-mata Pusat Bahasa yang memikul beban tersebut. Semua warga negara Indonesia mempunyai kewajiban melaksanakan pembinaan bahasa. Usaha pembinaan bahasa yang dilancarkan dengan gigih oleh Pusat Bahasa akan gagal jika tidak diikuti oleh kesadaran kita untuk membina diri kita masing-masing dalam berbahasa. Kerja keras Pusat bahasa dalam membina masyarakat untuk berbahasa dengan benar, baik dilakukannya melalui televisi, radio, maupun surat kabar, tidak ada artinya jika kaidah-kaidah kebahasaan tidak diindahkan oleh seluruh lapisan masyarakat. Lebih tragis lagi, usaha Pusat Bahasa akan sia-sia jika mereka yang patut menjadi anutan dalam berbahasa tidak berusaha menerapkan kaidah-kaidah bahasa Indonesia ketika berkomunikasi dengan masyarakat. Itulah sebabnya, salah satu putusan Kongres V Bahasa Indonesia tahun 1988 menyatakan bahwa dalam konteks budaya yang memberi penekanan pada prinsip anutan, kongres mengimbau agar para pejabat lebih berhati-hati dalam memakai bahasa Indonesia yang baik dan benar. Putusan kongres itu beralasan sebab dalam masyarakat kita terdapat nilai budaya yang banyak berorientasi vertikal ke arah tokoh, pembesar, yang berpangkat tinggi, atasan senior (Koentjaraningrat, 1974:69). Pengaruh pemakaian bahasa para anutan itu sangat besar bagi masyarakat yang diajaknya berkomunikasi. Lalu, siapakah yang patut menjadi anutan dalam berbahasa Indonesia yang baik dan benar? Jawabnya, yang patut menjadi anutan dalam berbahasa Indonesia yang baik dan benar, antara lain, sebagai berikut.

1. Presiden dan Wakil Presiden  
            Di negara mana pun di dunia ini seorang kepala negara, baik presiden, perdana menteri, sultan, maupun raja, memiliki wibawa yang tinggi dan mempunyai pengaruh yang sangat kuat di mata masyarakatnya. Setiap putusan dan petunjuknya selelu diperhatikan rakyatnya. Setiap wejangan dan arahannya selalu dijadikan landasan berpijak oleh aparat bawahannya, yang pada gilirannya dijadikan pedoman oleh seluruh warga negaranya. Demikian jua, pemakaian bahasa presiden atau wakil presiden akan berpengaruh bagi pemakai yang lain.
            Kata dan ungkapan yang diucapkan presiden dan wakil presiden akan dijadikan pola dan ditiru oleh para pejabat yang lain dan oleh masyarakat luas. Tidaklah mengherankan jika setelah presiden atau wail presiden menggunakan suatu ungkapan tertentu ketika mencanangkan sesuatu, misalnya, dan ungkapan itu sangat berkesan di hati pendengarnya, akan muncullah di dalam masyarakat beberapa ungkapan lain dengan menggunakan pola yang sama seperti yang diucapkan presiden atau wakil presiden.

2. Menko dan Menteri  
            Para menko dan menteri memiliki kekuasaan yang besar dalam mengemudikan negara dan bangsa ini. Mereka, sebagai pembantu presiden mempunyai wewenang untuk menyusun kebijakan dalam bidangnya masing-masing. Ketika menyampaikan kebijakannya itulah, seperti ketika memimpin rapat kerja departemen, ketika melangsungkan dengar pedapat di DPR, atau ketika memberikan keterangan melalui TVRI, para menko dan menteri sepatutnya menggunakan bahasa yang baik dan benar. Ucapan mereka akan berpengaruh bagi aparat bawahannya dan tidak mustahil dalam waktu singkat ucapan itu akan tersebar luas ke seluruh pelosok tanah air.

3. Pemimpin Lembaga Tertinggi dan Tinggi Negara  
            Ketua dewan Perwakilan Rakyat/Majelis Permusyawaratan Rakyat, Ketua Dewan Pertimbangan Agung, Gubernur Bank Indonesia, dan Jaksa Agung merupakan pejabat yang ucapan-ucapan mereka akan terasa membekas di hati pendengarnya. Demikian juga, pemimpin instansi nondepartemen, seperti Ketua LIPI, Kepala BP-7, Ketua LAN, dan Ketua BKKBN, adalah pejabat yang kata-katanya menjadi menjadi perhatian seluruh masyarakat. Para pendengar akan terkesan dengan contoh dan ilustrasi yang dikemukakan oleh para ketua lembaga tertinggi/tinggi negara dan pemimpin instansi nondepartemen tersebut, selanjutnya, pemakaian bahasa mereka turut mewarnai pemakaian bahasa para pejabat yang lain, baik di pusat maupun di daerah.

4. Pemimpin ABRI
            Instruksi yang disampaikan oleh pemimpin ABRI, baik secara lisan maupun secara tertulis, hendaklah jelas dan lugas aga instruksi tersebut tidak menimbulkan salah paham bagi penerima instruksi. Kesalahpahaman akan menghasilkan salah arah dan salah langkah bagi kesatuan-kesatuan yang lebih kecil. Agar terasa jelas dan lugas, hendaklah instruksi itu disusun dalam kalimat yang efektif dengan penataan penalaran yang baik.

5. Guru dan Dosen
            Prof. Dr. J.S. Badudu dalam suatu acara “Siaran Pembinaan Bahasa Indonesia di TVRI” mengatakan bahwa tulisan atau karangan siswa dan mahasiswa di sekolah-sekolah, baik di tingkat dasar, tingkat menengah, maupun tingkat perguruan tinggi rata-rata buruk. Mereka banyak membuat kesalahan dalam pemakaian ejaan, pemilihan kata, atau dalam penyusunan kalimat. Disarankan oleh guru besar Fakultas Sastra Universitas Padjadjaran agar guru dan dosen bahasa Indonesia mau mengoreksi tulisan anak-anak dan memberikan bentuk yang betul. Dalam hubungan itu, yang diinginkan oleh Badudu agar guru dan dosen bahasa Indonesia menguasai lebih dahulu kaidah-kaidah bahasa yang berlaku. Bahkan, agar para siswa dan mahasisiwa terbiasa berbahasa yang benar. Guru dan dosen bidang studi lain pun diharapkan dapat membantu tugas guru bahasa Indonesia. Dengan begitu. Para siswa dan mahasiswa tidak akan dipusingkan oleh anjuran yang berbeda, yaitu guru bahasa Indonesia menganjurkan “begini”, sedangkan guru bidang studi lain menganjurkan “begitu” dalam pemakaian bahasa.

6. Wartawan dan Penerbit
            Para wartawan TVRI/RRI serta wartawan berbagai surat kabar dan majalah redaksi penerbit sangat besar peranannya dalam pembinaan bahasa Indonesia. Berita pada  TVRI, RRI, surat kabar, dan majalah, serta tulisan dalam buku-buku yang merupakan produk wartawan dan redaksi penerbit sangat mewarnai pemakaian bahasa dalam masyarakat. Oleh karena itu, suatu hal yang sangat masuk akal jika para wartawan dan redaksi penerbit perlu meningkatkan kemahirannya dalam memperagakan bahasa yang baik dan benar dalam tulisan-tulisan mereka.
            Berkenaan dengan pemakaian bahasa Indonesia khususnya di radio siaran, Menteri Penerangan, dalam suatu kesempatan mengatakan bahwa masih banyak radio siaran yang mengabaikan ajakan untuk menggunakan bahasa Indonesia yang baik dan benar, bahkan tidak jarang pula yang ikut-ikutan menggunakan “bahasa rusak”. Untuk itu, diharapkan agar bahasa Indonesia yang digunakan di radio siaran dapat dijadikan anutan dalam penggunaan bahasa baku. Di samping iu, fasilitas ini harus bersifat mendidik memenuhi selera yang baik dan bermanfaat bagi masyarakat pendengar.
            Pemakaian bahasa Indonesia yang baik dan benar dalam setiap acara resmi atau formal di TVRI, RRI, surat kabar, majalah, dan buku merupakan guru yang paling berpengaruh dan akan mempunyai dampak yang positif dalam pemakaian bahasa masyarakat. Sebaliknya, jika bahasa dalam media massa elektonika dan media massa cetak, atau bahasa dalam buku kacau, pengaruh yang ditimbulkannya akan segera meraja lela ke semua pemakai bahasa, terutama berpengaruh kepada mereka yang awam bahasa. Dalam kaitan ini, penulis berpendapat bahwa usaha guru dan dosen bahasa Indonesia di sekolah-sekolah dalam membina anak didik untuk berbahasa yang benar akan hilang tanpa bekas jika bahasa yang digunakan para penyiar televisi dan radio, surat kabar, dan buku kurang menunjang karena anjuran guru di dalam kelas berbeda dengan  pemakaian bahasa dalam media massa dan dalam buku, di luar kelas.
Karena bahasa dalam setiap acara televisi, radio, dan bahasa surat kabar, majalah, serta buku merupakan guru yang paling berpengaruh dan jangkauannya paling luas, hendaknya semua pihak yang menangani media massa elektronika/cetak tersebut menuangkan pikirannya dengan tertib dan cermat. Untuk itu, langkah-langkah yang berikut agaknya patut dipertimbangkan.
1)      Pihak redaksi mengadakan kursus bahasa Indonesia seacara intensif dan terus menerus bagi karyawannya, dari pegawai yang satu ke pegawai yang lain, seperti pemimpin redaksi, wartawan, pengetik, penyunting, pemeriksa, penegeset (tukang set).
2)      Pegawai baru yang akan bekerja di media massa elektronika/cetak hendaknya betul-betul memiliki kemahiran berbahasa yang memadai (dibuktikan dari hasil tes bahasa).
3)      Pihak TVRI dan RRI hendaknya selalu mengingatkan setiap orang/pejabat yang akan tampil di TVRI atau RRI untuk berbahasa dengan cermat dan tertib.
4)      Setiap penerbit buku selayaknya mempunyai tenaga penyunting bahasa yang betul-betul menguasai aturan bahasa.

7. Sekretaris dan Pengonsep Pidato
            Bahwa peranan sekretaris dan para pengonsep pidato sangat besar dalam pembinaan bahasa Indonesia masyarakattidak dapat dimungkiri. Para sekretaris yang tugas sehari-harinya menulis ide dan gagasan pemimpin instansinya wajib menguasai kaidah-kaidah bahasa. Surat-surat yang ditulisnya seharusnya terhindar dari kesalahan penerapan ejaan, penyusunan kalimat, dan penataan penalaran agar surat yang dihasilkannya membawa pengaruh bahasa yang baik bagi pembacanya. Demikian juga, pengaruh pengonsep pidato. Tulisannya yang kemudian diucapkan oleh pemimpin instansinya akan didengarkan oleh ratusan atau ribuan karyawan. Lebih-lebih lagi jika pidato yang ditulis oleh sekretaris itu disampaikan oleh kepala negara. Pidato itu akan disimak oleh berjuta-juta orang di seluruh wilayah negara. Susunan kalimat yang baik dengan disertai nalar yang jernih dalam pidato juga akan melahirkan pengalaman berbahasa yang baik bagi berjuta-juta pendengarnya.

8. Pemuka Agama
            Sudah kita ketahui bahwa para pemuka agama berfungsi sebagai penyebar kebajikan yang dibawa ajaran agamanya masing-masing. Mubalig akan berceramah di majelis taklim di masjid; pendeta akan berkotbah dan memimpin kebaktian di gereja, di tempat yang kudus, Demikian juga, pemimpin agama yang lain akan berkhotbah di tempat ibadat bagi agamanya. Fatwa mereka akan menyentuh lubuk hati yang paling dalam bagi umatnya. Petuah dan nasihatnya selalu direnungkan oleh jemaatnya. Kemudian, para jemaat akan berusaha sedapat-dapatnya melaksanakan fatwa dan nasihat pemimpin agamanya. Dalam kaitan inilah, pemakaian bahasa yang tertib dan cermat oleh para pemuka agama akan menjadi teladan bagi umatnya.
            Jika seorang pemuka agama, misalnya dalam suatu khotbahnya menggunakan ungkapan Tuhan Yang Kekasih, ungkapan tersebut akan digunakan pula oleh, sekurang-kurangnya, umat yang mendengarkan khotbah tersebut. Padahal, ungkapan itu tidak tepat karena kata Tuhantermasuk nomina atau kata benda yang diterangkan oleh yang kekasih yang juga nomina. Seharusnya kata Tuhan diterangkan oleh verba (kata kerja) atau kata sifat, seperti Tuhan Yang Maha Mengasihi atau Tuhan Yang Maha Pengasih, atau TuhanYang Mahakasih.

            Selain pejabat dan tokoh yang sudah disebutkan, sebenarnya masih banyak atau pemimpin instansi, baik di kalangan pemerintaan, kalangan swasta, maupun di kalangan organisasi massa seperti gubernur, bupati, rektor, direktur utama, dan ketua umum suatu organisasi massa yang harus menjadi anutan bawahannya dalam berbahasa yang benar. Pada dasarnya, semua pemimpin yang membawahkan berjuta-juta rakyat, seperti pemimpin negara, maupun pemimpin yang membawahkan beberapa orang saja, seperti pemimpin kantor kelurahan.

Share this

0 Comment to "BAHASA INDONESIA TEKNIK SIPIL : BAB 5"

Posting Komentar