6. BENTUK BAKU DAN TIDAK BAKU
1. Manakah pelafalan ABRI yang benar [abri] atau
[a-be-er-i]?
Singkatan dan akronim dalam bahasa Indonesia dilafalkan dengan cara yang
berbeda. Singkatan selain dilafalkan huruf demi huruf, juga dilafalkan sesuai
dengan bentuk lengkapnya, seangkan akronim lazimnya dilafalkan sebagaimana kata
biasa. Sejalan dengan itu, SMAN, misalnya seperti halnya BRI, BNI, dan DPR
tergolong singkatanyang dilafalkan huruf demi huruf . Oleh karena itu singkatan
tersebut dilafalkan dengan [es-em-a- en]. [be-er-i], [be-en-i], dan [de-pe-er].
Berbeda dengan singkatan itu ABRI dapat dilafalkan dengan dua cara berdasarkan
dua pertimbangan yang berbeda. Jika dipandang sebagai singkatan, ABRI
dilafalkan huruf demi huruf menjadi [a-be-er-i]. Akan tetapi, jika dipandang
sebagai akronim, ABRI dilafalkan dengan [abri].
Dua sudaut pandang itu timbul karena di satu pihak ABRI dapat dipandang sebagai
singkatan dan di pihak lain dapat dipandang sebagai akronim. ABRI dapat
dipandang sebagai sangkatan karena terbentuk dari gabungan huruf awal suatu
kata, seperti halnya BRI,BNI,dan DPR. Di pihak lain, ABRI dapat dipandang
sebagai akronim karena dapat dilafalkan sebagai kata biasa, seperti halnya SIM,
Akmil, dan tilang. Dengan demikian, perbedaan sudut pandang itu pun pada
akhirnya dapat menyebabkan perbedaan dalam pelafalannya.
Walaupun dapat dilafalkan dengan dua cara , pelafalan yang lazim untuk ABRI
ialah [abri]. Sangat jarang pemakai bahasa yang melafalkan dengan [a-be-er-i].
Kenyataan ini menunjukkan bahwa ABRI lebih cenderung dipandang sebagai
akronim.
2. Bagaimanakh melafalkan singkatan dan akronim asing?
Singkatan akronim asing pelafalannya diperlakukan agak berbeda dengan singkatan
dan akronim bahasa Indonesia. Sebagai singkatan, huruf dari bahasa mana pun
dilafalkan menurut namanya dalam abjad bahasa kita. Oleh karena itu, singkatan
asing pun dilafalkan seperti halnya bahasa kita.
Misalnya:
Singkatan
Lafal baku
Lafal Tidak baku
FAO
[ef-a-o]
[ef-ey-ow]
IGGI
[i-ge-ge-i]
[ay-ji-ji-ay]
BBC
[be-be-ce]
[bi-bi-si], [be-be-se]
AC
[a-ce]
[ei-si], [a-se]
WC
[we-ce]
[dabiyu-si], [we-se]
TV
[te-ve]
[ti-vi]
TVRI
[te-ve-er-i]
[ti-vi-er-i]
Ketika bahasa Indonesia masih menggunakan ejaan lama, pelafalan [be-be-se],
[a-se], dan [we-se] untuk singkatan asing BBC,AC, dan WC dapat dibenarkan sebab
pelafalan itu sesuai dengan nama huruf c dalam ejaan lama, yaitu se.
Akan tetapi, sejak EYD diresmikan dan nama huruf c mengalami perubahan dalam
abjad kita, pelafalan BBC, AC, dan WC pun berubah sesuai dengan nama huruf yang
berlaku sekarang. Dengan demikian, pelafalan BBC, AC, dan WC dengan [be-be-se,
[a-se], dan [we-se] sekarang dipandang tidak baku. Pelafalannya yang baku ialah
[be-be-ce], [a-ce], dan [we-ce] karena disesuaikan dengan nama huruf c, yaitu
[ce].
Dalam hubungan itu, singkatan asing tidak dilafalkan sesuai dengan lafal
asingnya karena hal itu dapat menyulitkan para pemakai bahasa kita. Jika
singkatan dari bahasa Inggris harus dilafalkan menurut nama huruf dalam bahasa
Inggris, misalnya , bagaimana kalau kita dihadapkan pada singkatan dari bahasa
asing yang lain, seperti Prancis, Rusia, Jerman, dan Jepang? Berapa banyak
masyarakat kita yang mengenal nama huruf di dalam bahasa-bahasa itu? Bagaimana
pula melafalkan huruf dalam bahasa-bahasa itu, tentu tidak banyak yang tahu.
Dengan pertimbangan bahwa orang Indonesia yang paham bahasa Indonesia dengan
abjadnya lebih banyak daripada jumlah orang yang mengenal bahasa asing dengan
abjadnya, sebaiknya singkatan dari bahasa mana pun, demi kejelasan informasi
yang akan disampaikan kepada masyarakat luas, dilafalkan menurut nama huruf
yang terdapat dalam abjad bahasa Indonesia. Jadi, singkatan asing yang terdapat
dalam bahasa Indonesia tetap dilafalkan sesuai dengan lafal bahasa Indonesia.
Berbeda dengan singkatan, akronim lazimnya dipandang seperti halnya kata biasa.
Dalam hal ini, akronim asing pun dipandang identik dengan kata asing. Kalau
kata asing dilafalkan mengikuti lafal aslinya, akronim asing pun dilafalkan
sesuai dengan lafal akronim itu dalam bahasa aslinya. Dengan demkian, akronim
asing yang digunakan dalam bahasa Indonesia, terutama yang pemakaiannya sudah
bersifat internasional, dilafalkan sesuai dengan lafal bahasa aslinya.
Misalnya:
Akronim
Lafal baku
lafal Tidak Baku
Unesco
[yunesko]
[unesko]
Unicef
[yunisyef]
[unicef]
3. Bagaimana melafalkan huruf c pada
kata pasca dan civitas academica?
Kata pasca dan civitas academica berasal dari
bahasa yang berbeda. Kata pasca berasal dari bahasa Sanskerta,
sedangkan civitas academica dari bahasa Latin. Oleh karena
asalnya berbeda, cara melafalkannya pun tidak sama.
Huruf c pada kata pasca, sesuai dengan
bahasa aslnya, dilafalkan dengan [c], dan bukan [k]. Sejalan dengan itu,
kata pasca pun dalam bahasa kita dilafalkan dengan [pasca],
bukan [paska], misalnya pada pascapanen[pascapanen] dan pascasarjana [pascasarjana].
Di dalam kamus pun tidak ada keterangan yang memberi petunjuk bahwa pasca harus
dilafalkan [paska]. Oleh karena itu, pascapanen dan pascasarjana tidak
dilafalkan dengan [paskapanen] dan [paskasarjana], tetapi dilafalkan dengan
[pascapanen] dan [pascasarjana]. Bandingkan pelafalan pasca denganpanca,
yang juga merupakan unsur serapan dari bahasa yang sama, yaitu bahasa
Sanskerta. Dalam hal ini panca pun dilafalkan dengan [panca],
bukan [panka], misalnya pada kata Pancasila dan pancakrida.
Huruf c dari bahasa latin, seperti halnya dari bahasa Inggris, tidak dilafalkan
dengan [c], tetapi di satu pihak huruf itu dapat dilafalkan dengan [s], dan di
pihak lain huruf itu dapat dilafalkan dengan [k]. Huruf c asing, sesuai dengan
penyerapannya, dilafalkan dengan [s] jika huruf itu diikuti oleh huruf e, i,
dan y.
Misalnya:
cent
--------
sen
central
--------
sentral
circulation --------
sirkulasi
cylinder -------
silinder
Huruf c asing dilafalkan dengan [k] jika huruf itu
diikuti oleh huruf a, u, o, dan konsonan.
Misalnya:
corelation
----------
korelasi
calculation
----------
kalkulasi
cubic
----------
kubik
construction ----------
konstruksi
classification
----------
kalsifikasi
Sejalan dengan keterangan itu, huruf c pada civitas pun
dilafalkan dengan [s] karena terletak di muka i, tetapi pada academica,
huruf c dilafalkan dengan [k] karena terletak di muka a. Dengan demikian, civitas
academica dilafalkan dengan [sivitas akademika], bukan [sivitas
academica].
4. Bagaimanakah melafalkan angka tahun 1989 yang benar
dan melafalkan angka 0?
Sampai saat ini pelafalan angka tahun dan angka memang masih cukup bervariasi.
Tahun 1989, misalnya, ada yang melafalkannya dengan [satu-sembilan-delapan
sembilan] atau angka demi angka, tetapi ada pula yang melafalkannya dengan
[sembilan belas delapan- sembilan]. Di samping itu, tidak sedikit juga yang
melafalkannya dengan [seribu sembilan ratus delapan puluh sembilan]. Dari
berbagai variasi itu, pelafalan yang dipandang resmi adalah pelafalan yang
terakhir, yaitu [seribu sembilan ratus delapan puluh sembilan]. Pelafalan itu
pulalah yang sebaiknya digunakan, sedangkan dua pelafalan yang lain dipadang
tidak baku,
Angka 0 berarti ‘kosong’atau ‘tidak ada apa-apanya’. Dalam bahasa kita
pelafalan angka itu, yang sebaiknya digunakan adalah [nol], bukan [kosong].
Misalnya, nomor telepon 306039 dilafalkan dengan
[tiga-nol-enam-nol-tiga-sembilan], bukan
[tiga-kosong-enam-kosong-tiga-sembilan].
Pelafalan angka 0 dengan [kosong] kemungkinan dipengaruhi oleh bahasa
Inggris zero , yang dalam bahasa kita memang sering
diterjemahkan dengan kosong
5. Manakah pelafalan yang benar [energi], [enerkhi],
atau [enerji]?
Kata energi dalam bahasa Indonesia diserap dari kata asing energy(Inggris).
Sesusi dengan nama huruf di dalam abjad bahasa Indonesia, huruf g tetap
dilafalkan dengan [g], bukan [kh] atau [j]. Oleh karena itu pelafalan yang baku
untuk kata energi adalah [energi], bukan [enerkhi] atau [enerji].
Pelafalan g dengan [kh] diduga merupakan pengaruh dari lafal bahasa Belanda,
sedangkan dengan [j] diduga pengaruh lafal bahasa Inggris. Dalam
berbahasa Indonesia yang baik, pelafalan yang terpengaruh bahasa asing itu
patut dihindari karena lafal bahasa Indonesia yang baik adalah lafal yang tidak
menampakkan pengaruh dari bahasa lain, baik bahasa daerah maupun bahasa asing.
Beberapa contoh pelafalan kata yang serupa dapat
dilihat di bawah ini.
Kata
Lafal Baku
Lafal Tidak Baku
biologi
[biologi]
[biolokhi], [bioloji]
teknologi
[teknologi]
[teknolokhi], [teknoloji]
filologi
[filologi]
[filolokhi], [filoloji]
sosiologi
[sosiologi]
[sosiolokhi], [sosioloji]
fonologi
[fonologi]
[fonolokhi], [fonoloji]
Seperti tampak pada contoh di atas, lafal yang baku adalah lafal yang sebaiknya
digunakan, sedangkan yang tidak baku sebaiknya kita hindari.
6. Pusat Pendidikan dan Latihan atau Pusat Pendidikan
dan Pelatihan?
Jika
pendidikan itu diartikan ‘proses mendidik’ dan didikan diartikan’ hasil
mendidik’, dengan taat asas ‘ proses melatih’ akan menjadi pelatihan, dan
latihan akan diartikan ‘hasil melatih, ‘yang dilatihkan’. Sejalan dengan itu,
yang benar adalah Pusat Pendidikan dan Pelatihan, bukan Pusat pendidikan dan
Latihan.
7. Bebas parkir atau parkir gratis?
Kata
free parking berarti ’dibebaskan dari pembayaran parkir,
parkir gratis atau parkir cuma-cuma. Kata no parking berarti
‘dilarang parkir’atau ‘bebas parkir’ atau ‘bebas dari parkir’. Kawasan
bebas becak berarti ‘tempat yang bebas dari becak’, bebas
banjir ‘bebas dari banjir’, bebas pajak ‘ bebas dari
pajak.
Tidak tepat jika free parking dipadankan dengan bebas
parkir. Yang benar untuk kata free parking adalah
‘parkir gratis’, ‘parkir tanpa bayar’.
8. Sudah benarkah penulisan (1) mengolahragakan
masyarakat, (2) ulang tahun Korpri ke-14, (3) Digahayu HUT RI ke XXX?
(1) Untuk mengimbau masyarakat agar gemar berolahraga dipakai orang
ungkapan mengolahragakan masyarakat.Ungkapan itu kurang tepat.
Imbuhan me-....-kan pada bentuk mengolahragakan masyarakat, menurut kaidah
bahasa Indonesia berarti ‘membuat ... jadi ....’ , yakni’ membuat masyarakat
menjadi olah raga’. Untuk mengungkapkan arti ‘membuat masyarakat berolah raga’
hendaklah digunakan imbuhan memper- ... –kan. Jadi bentuk yang benar
adalah memperolahragakan masyarakat, bukanmengolahragakan
masyarakat.
(2) Bentuk Ulang Tahun Korpri ke-14 dianggap kurang cermat karena dapat
ditafsirkan bahwa di negara kita sekurang-kurangnya ada 14 macam Korpri. Yang
berulang tahun pada saat itu adalah Kopri ke -14. Dalam penyusunan kata yang
cermat, sebaiknya ke -14 itu didekatkan pada ulang tahun karena memang yang
dirayakan itu adalah ulang tahun ke -14 Korpri. Jadi, penulisan yang benar
adalah Ulang Tahun Ke 14 Korpri.
(3) Setiap menjelang peringatan hari kemerdekaan republik Indonesia banyak
dijimpai tulisan yang mengungkapkan ucapan “selamat Ulang Tahun Republik
Indonesia”. Ungkapan itu dalam pemakaiannya sangat bervariasi. Dari berbagai
variasi itu ada beberapa di antaranya yang penulisannya kurang tepat. Hal itu
dapat diperlihatkan pada contoh di bawah ini.
(1) DIRGAHAYU HUT RI Ke-64
(2) DIRGAHAYU RI KE-64
Penulisan dan penyusunan contoh (1) itu dilakukan secara tidak cermat sehingga
dapat menimbulkan salah tafsir. Penggunaan kata dirgahayu pada kalimat di
atas jelas tidak tepat karena dirgayu ditempatkan di depan kata hari ulang
tahun (HUT). Kata dirgahayu merupakan kata serapan dari bahasa Sansekerta yang
berarti’ ‘panjang umur’ atau ‘(mudah-mudahan) berumur panjang’.
Kalau kalimat di atas dialihkan, maka kalimat itu menjadi:
MUDAH-MUDAHAN PANJANG UMUR HUT RI KE-64
MUDAH-MUDAHAN PANJANG UMUR RI KE- 64
Yang didoakan panjang umurnya bukan negara republik Indonesia, melainkan hari
ulang tahunnya. Hari ulang tahun itu hanya berumur sehari. Yang diserukan agar
panjang umurnya bukan negara Republik Indonesia, melainkan hari ulang tahun
yang ke-30. Jelas, penggunaan kata dirgahayu seperti di atas tidak tepat.
Kalimat yang dapat digunakan sebagai berikut.
DIRGAHAYU
RI BER- HUT KE- 64
Jadi, yang didoakan agar panjang umurnya itu ialah negara Republik Indonesia
yang berhari ulang tahun ke 64.
Ketidak tepatan contoh (2), yaitu dirgahayu RI ke-64, terletakpada penempatan
kata bilangan tingkat. Dalam hal ini kata bilangan tingkat yang diletakkan
sesudah RI (RI Ke-30) dapat menimbulkan kesan bahwa RI seolah-olah berjumlah 64
atau mungkin lebih. Kesan itu dapat menimbulkan pengertian bahwa yang sedang
berulang tahun adalah RI yang ke-64 bukan Ri yang ke-10, ke15, atau yang lain.
Padahal kita mengetahui bahwa di dunia ini hanya ada sari RI, yaitu Republik
Indonesia yang sedang berulang tahun ke 64. Untuk mrnghindari kemungkinan
terjadinya salah tafsir semacam itu, susunan RI ke-64 harus kita ubah.
Pengubahan itu dilakukan dengan memindahkan kata bilangan tingkat ke-64 ke
posisi sebelum RI dan menggantikan kata dirgahayu dengan
sehingga susunannya menjadi HUT ke-64 RI.
Atas dasar uraian di atas, dapat digunakan kalimat-kalimat sebagai berikut.
DIRGAHAYU RI
HUT KE-64 RI
DIRGAHAYU KEMERDEKAAN KITA
9. Menyolok atau Mencolok?
Kata menyolok dan mencolok sama-sama sering digunakan oleh pemakai bahasa
Indonesia. Meskipun demkian, di antara keduanya hanya satu bnebtukanyang sesuai
dengan kaidah pembentukan kata bahasa Indonesia.
Untuk mengetahui bentukan kata yang benar, kita perlu mengetahui dasar dari
bentukan itu. Untuk itu, kita dapat memeriksanya di dalam kamus. Dalam Kamus
Besar Bahasa Indonesia, ternyata hanya ada kata dasar
colok
0 Comment to "BAHASA INDONESIA TEKNIK SIPIL : BAB 6"
Posting Komentar