Selasa, 21 Maret 2017

PERKERASAN JALAN FLEKSIBEL (ASPAL)

Yang dimaksud perkerasan lentur {flexible pavement) adalah perkerasan yang umumnya menggunakan bahan campuran beraspal sebagai lapis permukaan serta bahan berbutir sebagai lapisan di bawahnya. Sehingga lapisan perkerasan tersebut mempunyai flexibilitas/kelenturan yang dapat menciptakan kenyaman kendaraan dalam melintas diatasnya. Perlu dilakuan kajian yang lebih intensif dalam penerapannya dan harus juga memperhitungkan secara ekonomis, sesuai dengan kondisi setempat, tingkat keperluan, kemampuan pelaksanaan dan syarat teknis lainnya, sehingga konstruksi jalan yang direncanakan itu adalah yang optimal.
A. Komponen Perkerasan Lentur (Flexible Pavement) terdiri atas:
1. Tanah Dasar (sub grade)
Tanah Dasar adalah permukaan tanah semula atau permukaan galian atau permukaan tanah timbunan, yang dipadatkan dan merupakan permukaan dasar untuk perletakan bagian-bagian perkerasan lainnya.
Kekuatan dan keawetan konstruksi perkerasan jalan sangat tergantung dari sifat- sifat dan daya dukung tanah dasar. Umumnya persoalan yang menyangkut tanah dasar adalah sebagai berikut:
a.     Perubahan bentuk tetap (deformasi permanen) dari macam tanah tertentu akibat beban lalu lintas.
b.     Sifat mengembang dan menyusut dari tanah tertentu akibat perubahan kadar air.
c.     Daya dukung tanah yang tidak merata dan sukar ditentukan secara pasti pada daerah dengan macam tanah yang sangat berbeda sifat dan kedudukannya, atau akibat pelaksanaan.
2. Lapis Pondasi Bawah (sub base course)
Lapis Pondasi Bawah adalah bagian perkerasan yang terletak antara lapis pondasi dan tanah dasar.
Fungsi lapis pondasi bawah antara lain:
a.     Sebagai bagian dari konstruksi perkerasan untuk mendukung dan menyebarkan beban roda.
b.     Mencapai efisiensi penggunaan material yang relatif murah agar lapisan-lapisan selebihnya dapat dikurangi tebalnya (penghematan biaya konstruksi).
c.     Untuk mencegah tanah dasar masuk ke dalam lapis pondasi.
d.     Sebagai lapis pertama agar pelaksanaan dapat berjalan lancar.
Hal ini sehubungan dengan terlalu lemahnya daya dukung tanah dasar terhadap roda-roda alat-alat besar atau karena kondisi lapangan yang memaksa harus segera menutup tanah dasar dari pengaruh cuaca.
Bermacam-macam tipe tanah setempat (CBR > 20%, PI < 10%) yang relatif lebih baik dari tanah dasar dapat digunakan sebagai bahan pondasi bawah. Campuran-campuran tanah setempat dengan kapur atau semen portland dalam beberapa hal sangat dianjurkan, agar dapat bantuan yang efektif terhadap kestabilan konstruksi perkerasan.
3. Lapis Pondasi (base course)
Lapis Pondasi adalah bagian perkerasan yang terletak antara lapis permukaan dengan lapis pondasi bawah (atau dengan tanah dasar bila tidak menggunakan lapis pondasi bawah).
Fungsi lapis pondasi antara lain:
a.     Sebagai bagian perkerasan yang menahan beban roda,
b.     Sebagai perletakan terhadap lapis permukaan.
Bahan-bahan untuk lapis pondasi umumnya harus cukup kuat dan awet sehingga dapat menahan beban-beban roda. Sebelum menentukan suatu bahan untuk digunakan sebagai bahan pondasi, hendaknya dilakukan penyelidikan dan pertimbangan sebaik-baiknya sehubungan dengan persyaratan teknik.
Bermacam-macam bahan alam / bahan setempat (CBR > 50%, PI < 4%) dapat digunakan sebagai bahan lapis pondasi, antara lain : batu pecah, kerikil pecah dan stabilisasi tanah dengan semen atau kapur.




4. Lapis Permukaan (surface course)
Lapis Permukaan adalah bagian perkerasan yang paling atas. Fungsi lapis permukaan antara lain:
a.     Sebagai bahan perkerasan untuk menahan beban roda
b.     Sebagai lapisan rapat air untuk melindungi badan jalan kerusakan akibat cuaca.
c.     Sebagai lapisan aus (wearing course).
Bahan untuk lapis permukaan umumnya adalah sama dengan bahan untuk lapis pondasi, dengan persyaratan yang lebih tinggi. Penggunaan bahan aspal diperlukan agar lapisan dapat bersifat kedap air, disamping itu bahan aspal sendiri memberikan bantuan tegangan tarik, yang berarti mempertinggi daya dukung lapisan terhadap beban roda lalu lintas.
Pemilihan bahan untuk lapis permukaan perlu dipertimbangkan kegunaan, umur rencana serta pentahapan konstruksi, agar dicapai manfaat yang sebesar-besarnya dari biaya yang dikeluarkan.
B. Jenis-jenis Lapis Permukaan (surface course)
Jenis lapis permukaan terdapat bermacam-macam yaitu:
a. Lapis Aspal Beton (LASTON)
Lapis Aspal Beton (LASTON) adalah merupakan suatu lapisan pada konstruksi jalan yang terdiri dari agregat kasar, agregat halus, filler dan aspal keras, yang dicampur, dihampar dan dipadatkan dalam keadaan panas pada suhu tertentu.
b. Lapis Penetrasi Makadam (LAPEN)
Lapis Penetrasi Macadam (LAPEN) adalah merupakan suatu lapis perkerasan yang terdiri dari agregat pokok dengan agregat pengunci bergradasi terbuka dan seragam yang diikat oleh aspal keras dengan cara disemprotkan diatasnya dan dipadatkan lapis demi lapis dan apabila akan digunakan sebagai lapis permukaan perlu diberi laburan aspal dengan batu penutup.
c. Lapis Asbuton Campuran Dingin (LASBUTAG)
Lapis Asbuton Campuran Dingin (LASBUTAG) adalah campuran yang terdiri dari agregat kasar, agregat halus, asbuton, bahan peremaja dan filler (bila diperlukan) yang dicampur, dihampar dan dipadatkan secara dingin.
d. Hot Rolled Asphalt (HRA)
Hot Rolled Asphalt (HRA) merupakan lapis penutup yang terdiri dari campuran antara agregat bergradasi timpang, filler dan aspal keras dengan perbandingan tertentu, yang dicampur dan dipadatkan dalam keadaan panas pada suhu tertentu.
e. Laburan Aspal (BURAS)
Laburan Aspal (BURAS) adalah merupakan lapis penutup terdiri dengan ukuran butir maksimum dari lapisan aspal taburan pasir 9,6 mm atau 3/8 inch.
f. Laburan Batu Satu Lapis (BURTU)
Laburan Batu Satu Lapis (BURTU) adalah merupakan lapis penutup yang terdiri dari lapisan aspal yang ditaburi dengan satu lapis agregat bergradasi seragam. Tebal maksimum 20 mm.
g. Laburan Batu Dua Lapis
Laburan Batu Dua Lapis (BURDA) adalah merupakan lapis penutup yang terdiri dari lapisan aspal ditaburi agregat yang dikerjakan dua kali secara berurutan. Tebal maksimum 35 mm.
h. Lapis Aspal Beton Pondasi Atas (LASTON ATAS)
Lapis Aspal Beton Pondasi Atas (LASTON ATAS) adalah merupakan pondasi perkerasan yang terdiri dari campuran agregat dan aspal dengan perbandingan tertentu, dicampur dan dipadatkan dalam keadaan panas.
i. Lapis Aspal Beton Pondasi Bawah (LASTON BAWAH)
Lapis Aspal Beton Pondasi Bawah (LASTON BAWAH) adalah pada umumnya merupakan lapis perkerasan yang terletak antara lapis pondasi dan tanah dasar jalan yang terdiri dari campuran agregat dan aspal dengan perbandingan tertentu dicampur dan dipadatkan pada temperatur tertentu.
j. Lapis Tipis Aspal Beton
Lapis Tipis Aspal Beton (LATASTON) adalah merupakan lapis penutup yang terdiri dari campuran antara agregat bergradasi timpang, filler dan aspal keras dengan perbandingan tertentu yang dicampur dan dipadatkan dalam keadaan panas pada suhu tertentu. Tebal padat antara 25 sampai 30 mm.

k. Lapis Tipis Aspal Pasir (LATASIR)
Lapis Tipis Aspal Pasir (LATASIR) adalah merupakan lapis penutup yang terdiri dari campuran pasir dan aspal keras yang dicampur, dihampar dan dipadatkan dalam keadaan panas pada suhu tertentu.
l. Aspal Makadam
Aspal Makadam adalah merupakan lapis perkerasan yang terdiri dari agregat pokok dan/atau agregat pengunci bergradasi terbuka atau seragam yang dicampur dengan aspal cair, diperam dan dipadatkan secara dingin.
Bagian perkerasan jalan umumnya meliputi: lapis pondasi bawah (sub base course), lapis pondasi (base course), dan lapis permukaan (surface course).



PERENCANAAN GEOMETRIK JALAN RAYA


1.       PENGERTIAN PERENCANAAN GEOMETRIK
Perencanaan geometri jalan merupakan bagian dari perencanaan jalan yang di titik beratkan pada perencanaan bentuk fisik sehingga dapat memenuhi fungsi dasar dari jalan yaitu memberikan pelayanan yang optimal pada arus lalu-lintas. Jadi, tujuan dari perencanaan geometri jalan adalah menghasilkan infrastruktur yang aman dan efisien pelayanan lalu lintas serta memaksimalkan biaya pelaksanaan ruang bentuk dan ukuran jalan dapat dikatakan baik apabila dapat memberikan rasa aman dan nyaman kepada pemakai jalan.
Melalui perencanaan geometrik ini perencana berusaha menciptakan suatu hubungan yang baik antara waktu dan ruang sehubungan dengan kendaraan yang bersangkutan, sehingga dapat menghasilkan efisiensi keamanan serta kenyamanan yang paling optimal dalam pertimbangan ekonomi yang paling layak. Perencanaan geometrik pada umumnya menyangkut aspek perencanaan jalan seperti lebar, tikungan, landai, jarak pandang dan juga kombinasi dari bagian-bagian tersebut.
Perencanaan geometrik ini berhubungan erat dengan arus lalu lintas, sedangkan perencanaan konstruksi jalan lebih bersangkut paut dengan beban lalu lintas tersebut. Dilihat dari sudut tahapan pembangunan, perencanaan geometrik merupakan fase lanjutan dari over all plan yang selanjutnya di ikuti oleh fase pembangunan. Sedangkan tujuan akhirnya adalah menyediakan jalan standar tertinggi dan sesuai dengan fungsinya.
2.       TUJUAN GEOMETRIK JALAN
Tujuannya adalah untuk mendesain suatu penampang jalan yang memadai untuk keperluan lalu lintas, tidak saja memperhatikan keamanan dan ekonomisnya biaya, tetapi juga nilai strukturalnya. Kita harus lebih teliti dalam memilih lokasi perencanaan geometrik sehingga suatu jalan menjadi nyaman dan aman akan stabilitas.
3.       FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERENCANAAN GEOMETRIK JALAN RAYA
Di dalam proses perencanaan geometrik, semua langkah yang akan di ambil oleh seorang perencana akan banyak di pengaruhi oleh beberapa faktor penting  yang harus di pertimbangkan dengan sebaik-baiknya.
A.      Lalu Lintas
Masalah lalu lintas meliputi :
1.       Volume/Jumlah Lalu Lntas
Untuk volume lalu lintas ini, harus diketahui sebelumnya jumlah lalu lintas perhari, pertahun serta arah dan tujuan lalu lintas, sehingga di perlukan juga penyelidikan lapangan terhadap semua jenis kendaraan untuk mendapat data LHR.
Volume lalu lintas menyatakan jumlah lalu lintas perhari dalam satu tahun untuk kedua jurusan, yang disebut juga lalu lintas harian rata-rata (LHR). LHR dinyatakan dalam satuan mobil penumpang (smp). Satuan mobil penumpang adalah jumlah mobil yang di gantikan tempatnya oleh kendaraan lain dalam kondisi jalan, lalu lintas dan pengawasan yang berlaku. LHR ini memerlukan penyelidikan lapangan selama 24 jam selama satu tahun dan di laksanakan tiap tahun dengan mencatat tiap jenis kendaraan. Sifat lalu lintas meliputi lambat dan cepatnya kendaraan bersangkutan, sedangkan komposisi lalu lintas menggambarkan jenis kendaraan yang melaluinya.
2.       Sifat dan Komposisi Lalu Lintas
Sifat lalu lintas meliputi cepat dan lambatnya kendaraan yang bersangkutan, sedangkan komposisi lalu lintas menggambarkan jenis kendaraan yang melaluinya. Dalam penggunaannya hanya di pakai kendaraan bermotor saja yang dibagi dalam 2 kelompok
·         Kendaraan penumpang (P), termasuk jenis mobil penumpang dan truk ringan seperti pick up dengan ukuran dan sifat operasinya sesuai/serupa dengan mobil penumpang.
·         Kendaraan truk (T), termasuk truk tunggal, truk gandengan (berat kotor 3,5 ton) dan kendaraan bis.
Demikian pula untuk sifat-sifat kendaraan dari berbagai macam ukuran yang mempergunakan jalan akan mempengaruhi perencanaan geometrik, sehingga perlu memeriksa semua type dan kelas jalannya.
Adapun kelas umum dari kendaraan yang biasa dipakai adalah :
·         Kelas kendaraan penumpang
·         Kelas kendaraan truk
Adapun sifat-sifat dari kendaraan meliputi :
·         Beratnya
·         Dimensi (ukuran)
·         Sifat operasi (cepat atau lambat)
3.       Kecepatan Rencana Lalu Lintas
Kecepatan rencana adalah kecepatan maksimum yang diizinkan di sepanjang bagian tertentu pada jalan raya tersebut, jika kondisi yang beragam tersebut menguntungkan dan terjaga oleh keistimewaan perencanaan jalan, dalam arti tidak menimbulkan bahaya, inilah yang digunakan untuk perencanaan geometrik. Suatu kecepatan rencana haruslah sesuai dengan tipe jalan dan sifat lapangan. Kecepatan rencana merupakan faktor utama untuk menentukan elemen-elemen geometrik jalan raya.
Dipandang dari segi mengemudi, kecepatan rencana dinyatakan sebagai kecepatan yang memungkinkan seorang pengemudi berketrampilan sedang dapat mengemudi dengan aman dan nyaman dalam kondisi cuaca cerah, lalu lintas lengang tanpa pengaruh lain yang serius.
Kecepatan yang digunakan oleh pengemudi tergantung dari :
·         Pengemudi dan kendaraan yang bersangkutan
·         Sifat fisik jalan
·         Cuaca
·         Adanya gangguan dari kendaraan lain.
     
Kecepatan rencana adalah kecepatan untuk menentukan elemen-elemen geometrik jalan raya, seperti jari–jari lengkung, super elevasi dan jarak pandang langsung yang bersangkutan dengannya. Penampang seperti lebar jalan atau jumlah jalur mempengaruhi kecepatan. Oleh karena itu penampang dan kecepatan rencana harus direncanakan secara bersama. Dipandang dari segi pengemudi, kecepatan rencana dinyatakan sebagai kecepatan yang memungkinkan seorang pengemudi untuk mengemudikan kendaraan dengan aman dan nyaman dalam kondisi keadaan cerah, lalu lintas lengang dan tanpa pengaruh lain yang serius.
Dipandang dari kondisi lingkungan pada umumnya peran jalan raya dan karakteristik fisik kendaraan yang menggunakan jalan raya, kecepatan rencana maksimum 80 km/jam adalah layak bagi jalan raya tanpa pengawasan jalan masuk. Kecepatan rencana minimum 30km/jam merupakan volume lalu lintas rencana rendah. Kecepatan rencana 80–30 km/jam cocok untuk jalan kelas 1–5, untuk kondisi kelas 5 cocok untuk lalu lintas yang cukup rendah dan kondisi medan curam.
B.      Keadaan Topografi
Topografi merupakan faktor-faktor penting dalam menentukan lokasi jalan dan pada umumnya mempengaruhi alinemen sebagai standar perencanaan geometrik seperti landai jalan, jarak pandang, penampang melintang dan lain-lain. Untuk memperkecil biaya pembangunan jalan maka standart perencanaan geometrik perlu sekali disesuaikan dengan topografi dan keadaan fisik serta penggunaan daerah yang dilaluinya. Misalnya keadaan tanah dasar yang kurang baik dapat memaksa perencana untuk memindahkan trase atau mengadakan timbunan yang tinggi (elevated high way) dan hal ini juga dapat terjadi bila terdapat tanah dasar dengan permukaan air tanah yang tinggi. Berdasarkan hal ini jenis medan dibagi menjadi 3 golongan umum berdasarkan besarnya kelerengan melintang dalam arah kurang lebih tegak lurus sumbu jalan.
Klasifikasi medan dan besarnya kelerengan melintang
Golongan medan
Datar (D)                                                    : 0 sampai 9,9 %
Bukit (B)                                                     : 10 sampai 24,9 %
Gunung (G) lereng melintang           : 25 % keatas
Adapun pengaruh medan meliputi hal-hal seperti :
·         Tikungan, jari-jari tikungan dan pelebaran perkerasan diambil sedemikian rupa sehinggaterjamin keamanan jalannya kendaraan dan pandangan bebas yang cukup luas.
·         Tanjakan, adanya tanjakan yang cukup curam dapat mempengaruhi kecepatan kendaraan dan tenaga tariknya tidak cukup, makanya berta muatan kendaraan harus dikurangi yang berarti mengurangi kapasitas angkut dan sangat merugikan. Karena itu di usahakan supaya tanjakan dibuat landai.
·         Bentuk penampang melintang jalan.
·         Trase.



C.      Kapasitas Jalan
Kapasitas jalan berarti kecepatan arus kendaraan maksimum layak diperkirakan akan melintasi suatu titik atau ruas jalan atau daerah manfaat jalan atau selama jangka waktu tertentu pada kondisi jalur lalu lintas, pengawasan dan lingkungan ideal, dinyatakan dalam banyaknya kendaraan per jam. Kapasitas jalan terbagi atas tiga golongan :
·  Kapasitas dasar (ideal capacity), yaitu kapasitas jalan dalam kondisi ideal, yang meliputi :
Ø  Lalu lintas mempunyai ukuran standart
Ø  Lebar perkerasan ideal : 3,6 m
Ø  Lebar bahu : 1.3 m dan tak ada penghalang
Ø  Jumlah tikungan dan tanjakan sedikit.
· Kapasitas rencana (design capacity), yaitu kapasitas jalan untuk perencanaan yang dinyatakan sebagai jumlah kendaraan yang melalui suatu tempat dalam satu satuan waktu (jam).
·  Kapasitas mungkin (possible capacity), yaitu jumlah kendaraan yang melalui titik pada suatu tempat dalam satuan waktu dengan memperhatikan percepatan atau perlambatan yang terjadi pada jalan tersebut.

D.      Factor Keamanan
Karena pada jalan raya kita berhadapan dengan manusia dan kendaraan, tentu saja perencanaan geometrik jalan raya ditunjukkan terhadap efisiensi, keamanan dan kenyamanan. Faktor kecepatan kendaraan merupakan faktor keamanan sehingga dalam perencanaan harus diberikan suatu penampang batas kecepatan untuk mendapatkan keamanan yang tinggi.

E.       Analisa Untung Rugi
                 Analisa ini diperlukan untuk membuat trase jalan (garis tujuan) yang didasarkan atas :
·         Biaya pembangunan
·         Biaya pemeliharan
·         Biaya operasi jalan yang menyangkut bahan bakar,bahan pelumas ataupun pemeliharaan kendaraan yang bersangkutan.
Dengan adanya analisa inilah suatu trase dibuat sependek mungkin dan diusahakan lurus. Bila segi pembiayaan terbatas maka jalan diusahakan mengikuti permukaan tanah asli sehingga tidak banyak galian dan timbunan. Bila dilihat dari segi kemampuan kendaraan, maka :
·         Perlu pembatas dari segi kemampuan kendaraan yang lewat
·         Pembangunan disesuaikan dengan klasifikasi lalu lintas (volume dan pkapasitas).

4.       TEKNIK PERENCANAAN GEOMETRI JALAN RAYA
          Pada umumnya teknik perencanaan geometrik jalan raya dibagi atas tiga bagian penting, yaitu :
A.      Alinyemen Horizontal / trase jalan
Alinyemen horizontal / trase jalan adalah garis proyeksi sumbu jalan tegak lurus pada bidang peta, yang biasa disebut atau belokan.
Ø  Tinjauan alinyemen horizontal secara keseluruhan
Ditinjau dari keseluruhan, penetapan alinyemen horizontal harus dapat menjamin keselamatan maupun kenyamanan bagi pemakai jalan. Untuk mencapai tujuan ini anatara lain perlu diperhatikan hal-hal sebagai berikut :
·   Sedapat mungkin menghindari broken back, artinya tikungan searah yang hanya dipisahkan oteh tangent yang pendek
·   Pada bagian yang relative lurus dan panjang jangan sampai terdapat tikungan yang tajam yang akan mengejutkan pengemudi
·  Kalau tidak sangat terpaksa jangan sampai menggunakan radius minimum, sebab jalan tersebut akan sulit mengikuti perkembangan-perkembangan mendatang
·   Dalam hal kita terpaksa menghadapi tikungan dengan lengkung majemuk harus diusahakan agar R1>1,5 R2
·   Pada tikungan berbentuk S maka panjang bagian tangent diantara kedua tikungan harus cukup untuk memberikan rounding pada ujung-ujung tepi perkerasan.
Ø  Macam-macam kurva dalam alinyemen horizontal
·         Full circle – FC (lengkung penuh) yaitu, lengkung yang hanya terdiri dari bagian lengkung tanpa adanya peralihan. Yang dimaksud disini adalah hanya ada satu jari-jari lingkaran pada lengkung tersebut.
·         Spiral-spiral – SS yaitu, lengkung yang hanya terdiri dari spiral-spiral saja tanpa adanya circle. Ini merupakan model SCS tanpa circle. Lengkung ini biasanya terdapat di tikungan dengan kecepatan sangat tinggi.

B.      Alinyemen Vertical / penampang memanjang jalan
Alinyemen vertical / penampang memanjang jalan adalah garis potong yang dibentuk oleh bidang vertical melalui sumbu jalan dengan bidang permukaan pengerasan jalan yang biasa disebut puncak tanjakan dan lembah turunan (jalan turun).
Ø  Tinjauan alinyemen vertical secara keseluruhan
Ditinjau secara keseluruhan alinyemn vertikal harus dapat memberikan kenyamanan kepada pemakai jalan disamping bentuknya jangan sampai kaku. Untuk mencapai itu harus diperhatikan hal-hal sebagai berikut :
·         Sedapat mungkin menghindari broken back, grad line atinya jangan sampai kita mendesaign lengkung vertikal searah (cembung maupun cekung) yang hanya dipisahkan oleh tangen yang pendek.
·         Menghindari hidden dip, artinya kalau kita mempunyai alinymen vertikal yang relatif datar dan lurus, jangan sampai didalamnnya terdapat lengkung-lengkung cekung yang pendek yang dari jauh kelihatannya tidak ada atau tersembunyi.
·         Landai penurunan yang tajam dan panjang harus diikuti oleh pendakian agar secara otomatis kecepatan yang besar dari kendaraan dapat dikurangi.
·         Kalau pada suatu potongan jalan kita menghadapi alinyemen vertikal dengan kelandaian yang tersususun dari prosentase kecil sampai besar, maka kelandaian yang paling curam harus ditaruh pada bagian permulaan landai, berturut-turut kemudian kelandaian yang lebih kecil. Sampai akhirnya yang paling kecil.
Ø  Factor-faktor yang harus dipertimbangkan
Alinyemen vertical direncanakan dengan mempertimbangkan antara lain hal-hal sebagai berikut :
v  Kecepatan rencana
Kecepatan rencana yang diambil harus disesuaikan dengan ketetapan yang telah dipakai pada alinyemen horizontal. Dengan demikian klasifikasi medan yang telah ditetapkan untuk alinyemen horizontal berikut wilayah-wilayah kecepatan rencananya harus dijadikan pegangan untuk menghitung tikungan-tikungan pada alinyemen vertikal. Kalau hal ini tidak dijaga akan diperoleh ketidak seimbangan, misalnya disatu pihak kita mempunyai kecepatan rencana yang tinggi untuk alinyemen horizontal, sedangkan alinyemen vertikalnya hanya mempunyai kecepatan rencana yang lebih rendah atau sebaliknya. Ini berarti akan merugikan pemakai jalan atau bahkan bias membahayakan pemakai jalan.
v  Topografi
Keadaan topography ini erat hubungannya dengan volume pekerjaan tanah. Untuk terrain yang berat sering kita terpaksa harus menggunakan angka-angka kelandaian maximum pada alinyemen vertikal agar volumem pekerjaan tanah dapat dikurangi. Pada perencanaan jalan baru kita harus agak berhati-hati dalam menetapkan alinyemen vertikal. Sebab sekali kita kurang bijaksana dalam menetapkan kelandaian jalan, perbaikannya akan menuntut biaya yang sangat besar. Disamping itu penetapan kelandaian harus sedemikian sehingga tinggi galian atau dalamnya timbunan masih dalam batas-batas kemampuan pelaksanaan.
v  Fungsi jalan
Dalam merencanakan jalan (terutama didaerah perkotan) sering kita hadapi bahwa rencana jalan kita akan crossing dengan existing road. Sebelum menetapkan bentuk tersebut kita harus mengetahui betul, apa sebetulnya fungsi jalan kita maupun fungsi jalan yang dicross oleh kita jalan tersebut. Sehingga dengan demikian dapat kita tentukan bentuk-bentuk crossing tersebut. Dari bentuk-bentuk crossing tersebut baru dapat kita tentukan alinyemen vertikalnya.



v  Tebal perkerasan yang diperhitungkan
Untuk design jalan baru, tebal perkerasan tidak mempengaruhi penarikan alinyemen vertikal. Tapi untuk design yang sifatnya betterment, tebal perkerasan akan memegang peranan penting. Dalam hal ini penarikan alinyemen vertikal harus sudah sedemikian sehingga kedudukannya terhadap permukaan jalan lama mendekati atau sesuai dengan yang telah diperhitungkan.
v  Tanah dasar
Kadang-kadang kita terpaksa membuat jalan diatas tanah dasar yang sering kena banjir. Disini kita harus hati-hati artinya jangan sampai alinyemen vertikal kita tidak cukup tinggi. Kedudukan alinyemen vertikal harus sedemikian sehingga : Permukaan air banjir tidak mencapai lapis-lapis perkerasan. Cukup tinggi sampai kita dapat memasang culvert yang betul-betul bisa berfungsi.

Ø  Macam-macam contoh bentuk dalam alinyemen vertical
·         alinyemen vertical cembung
·         alinyemen vertical cekung

5.       PENAMPANG MELINTANG JALAN
Penampang melintang jalan adalah potongan melintang tegak lurus sumbu jalan, yang memperlihatkan bagian-bagian jalan. Penampang melintang jalan yang akan digunakan harus sesuai denganklasifikasi jalan serta kebutuhan lalu lintas yang bersangkutan, demikian pulalebar badan jalan, drainase dan kebebasan pada jalan raya semua harus disesuaikan dengan peraturan yang berlaku.
Bagian jalan dikelompokkan menjadi :
Ø    Bagian yang langsung berguna untuk lalu lintas
1)      jalur lalu lintas
2)      Lajur lalu lintas
3)      Bahu jalan
4)      Trotoar
5)      Median
Ø    Bagian yang berguna untuk drainase jalan
1)      Saluran samping
2)      Kemiringan melintang jalur lalu lintas
3)      Kemiringan melintang bahu
4)      Kemiringan lereng

Ø    Bagian pelengkap jalan
1)      Kereb
2)      Pengaman tepi
Ø    Bagian Konstruksi Jalan
1)      Lapisan perkerasan jalan
2)      Lapisan pondasi atas
3)      Lapisan pondasi bawah
4)      Lapisan tanah dasar
5)      Daerah manfaat jalan (Damaja)
6)      Daerah milik jalan (Damija)
7)      Daerah pengawasan jalan (Dawasja)